present, is a gift from the past ...

Supported by seowaps

Sabtu, 26 November 2016

#1 semua orang punya kemampuan mengejutkan orang lain

beberapa waktu lalu, di tempat makan bakso, ada seorang lelaki yang mencuri perhatian saya. menarik menurut saya. karena saya ternyata lebih memilih memperhatikan geraknya daripada mie ayam bakso yang bau sedapnya bisa mengalahkan aroma minyak wangi mbak-mbak kece yang duduk di sebelah.

ada sebotol teh dingin dengan merk botol di mejanya. beliau meminumnya tidak dengan sedotan. seperti adegan koboi di bar, beliau meminum langsung dari botolnya. benar-benar seperti adegan film. mungkin itu yang membuat saya tertarik.

tak lama, beliau mengeluarkan lembaran-lembaran uang dari bajunya. saya duduk berselang satu meja kosong tepat berhadapan dengan beliau. tanpa harus memakai kacamata, saya bisa melihat jelas berapa rupiah yang dipegangnya. satu lembar sepuluh ribu. dua lembar dua ribuan. dan empat lembar seribuan. kemudian mata saya mulai menyelidikinya. beliau memakai sandal jepit yang sudah hampir kempes bagian telapaknya. celana bahan yang dilipat hampir seperempat kakinya terlihat. ada sedikit bekas luka lama di bagian tulang betis sebelah kiri. warna kulitnya kecoklatan. persis ovaltine dingin yang dijual di warung kopi. beliau memakai kemeja kotak yang dilapisi jaket warna coklat buram. dua kancing kemejanya tidak terkunci. alis matanya tebal. tebal sekali. berwarna putih. rambutnya sebagian masih bertahan dengan pigmen hitam kecoklatan. sisanya? putih.

kemudian beliau berdiri. ingin melihat daftar menu yang terpampang di dinding tempat makan. menyipitkan mata agar melihat dengan jelas tulisan harga di sana. kemudian duduk lagi. mengusap wajahnya. yang dari pengamatan saya, tidak ada keringat di sana. mengeluarkan lagi lembaran uangnya. menghitungnya lagi. saya tak tahan, jadi ikut menghitung ulang uang beliau. masih sama dengan hitungan awal saya. satu lembar sepuluh ribu. dua lembar dua ribuan. dan empat lembar seribuan. kemudian saya jadi ikut memperhatikan daftar harga di dinding. bakso dengan harga 15.000 rupiah. uang beliau cukup untuk itu. pikir saya. 

kemudian beliau meminum seteguk lagi teh di meja. mengusap-usap wajahnya lagi. kemudian mengambil sesuatu dari dua tas besar yang bertumpuk di sebelah. sisir rupanya. menyisir rambutnya yang masih tebal. putih kecoklatan. saya tertawa dalam hati. lucu sekali laki-laki ini. unik. lebih menarik daripada mi ayam bakso.

sampai makanan di mangkok saya habis. saya lihat beliau belum juga memesan apa-apa. masih sebotol teh yang beliau teguk. pelan-pelan. seakan kalau teh itu habis, beliau tak punya alasan untuk duduk berlama-lama di situ karena ternyata beliau tidak hanya mencuri perhatian saya. tapi juga perhatian pemilik kedai. sepertinya beliau memang sudah lama duduk disitu. dan hanya memesan sebotol teh.

saya bingung. tadinya saya hanya akan menanyai beliau ingin makan apa. akan saya bayari sekalian saya bayar pesanan saya. agak ragu, akhirnya mendekati mejanya. menyapa sesopan mungkin agar beliau tidak tersinggung. beliau menawarkan tangannya. saya sambut. tidak dia lepaskan. seraya menarik sambil bergumam menyebut beberapa nama seakan dia ingat siapa saya. karena tidak enak, saya mengikuti alur saja. saya sebut nama saya. sambil bertanya apa kabar pak. lama tak berjumpa. tawa beliau meledak. senang sekali sepertinya. menyuruh saya duduk di bangku kosong di depan beiau. menanyai apa saya sudah makan. menyuruh saya makan dulu, baru pergi. saya bilang, saya sudah makan, dan menawari beliau untuk memesan apa saja yang beliau mau. beliau menolak. beliau bilang, sedang menunggu anaknya. dan akan makan bersama anaknya saja.

dengan beberapa lembar uang tadi. beliau masih menawari saya makan. pasti basa basi. pikir saya.

semakin dekat penglihatan saya, semakin jelas saya perhatikan wajah beliau. kulitnya kencang. keriput di mata, kening, dan sudut bibir. alisnya tebal sekali, beberapa sampai menutupi mata. seperti master kungfu panda. saya lupa nama karakternya. saya perhatikan bibirnya, beliau tersenyum, ramah sekali. menanyakan saya mahasiswa jurusan apa. tanpa sadar saya jawab, TIN pak. bapak ini pasti tidak tahu jurusan apa yang saya sebut. saya baru mulai beranjak dari duduk, beliau bilang. ooh.. teknologi industri ya. DEG! oke.. saya positif, paling tidak bapak ini punya kenalan orang kampus. saya duduk kembali. iya, betul pak, kata saya. mulai tertarik.

beliau mulai percakapan. menanyakan saya angkatan berapa. dan kuliah saya. hal yang paling tidak saya sukai sebenarnya untuk sebuah awal percakapan. saya jawab seadanya. bahkan dengan istilah-istilah mahasiswa. yang saya yakin, dari segi generasi, beliau pasti tidak paham. lagi-lagi saya dibuat terkejut. beliau tahu. paham. sangat paham bahkan. menambahi beberapa mata kuliah yang seharusnya saya dalami. speechless. bahkan paling tidak, seharusnya beliau bertanya, kepanjangan-kepanjangan mata kuliah yang saya sebutkan itu. seperti beberapa orang yang saya ajak diskusi, yang notabene berstatus mahasiswa dan karyawan. 



Tidak ada komentar: